| Data Diri | Biografi | Diskografi | Info Acara | Berita |  

    | 

Iwan Fals Ekslusif di "Kick Andy" Metro TV, 5 atau 12 Februari 2010

[BERITA] Dikenal sebagai salah seorang seniman garda terdepan melawan penindasan yang dilakukan rejim represif Soeharto pada dekade 80-an, namun penyanyi folk legendaris Iwan Fals secara terbuka menyatakan terimakasih dan kekagumannya kepada Orde Baru pimpinan Presiden Ke-2 RI, Soeharto.

“Saya terus terang berterimakasih kepada Orde Baru karena mereka berjasa ikut melahirkan lagu-lagu seperti `Guru Oemar Bakrie`, `Wakil Rakyat`, `Bento`, `Bongkar` dan sebagainya. Kalau nggak ada Orde Baru, nggak ada yang namanya Iwan Fals. Saya berterimakasih untuk itu. Tapi ini tidak berarti saya setuju dengan segala tindakannya selama berkuasa,” jelas Iwan ketika melakukan proses taping untuk acara Kick Andy di Metro TV pada Rabu (27/1) malam.

Iwan lebih lanjut juga mengungkapkan bahwa dirinya bahkan termasuk orang yang mengagumi Soeharto. Menurut Iwan, figur Soeharto secara fisik memiliki kemiripan dengan ayah kandungnya yang kerap dipanggil “Pak Harto” jika sedang turun ke lapangan. Kekagumannya yang paling utama terhadap sosok Soeharto adalah kemampuannya bertahan sebagai penguasa. “Kok, dia bisa ya bertahan jadi presiden selama 32 tahun!”

“Anda pernah bertemu langsung dengan Soeharto?” tanya host Andy F. Noya.

“Pernah. Ketika adik saya menikah walinya Pak Harto…”

“Kesan Anda setelah bertemu Pak Harto?”

“Dia senyum-senyum saja, seperti biasa [Tertawa].”

Menanggapi rumor yang kemudian berkembang menjadi mitos tentang kepanjangan judul lagu “Bento” sebagai “Benci Soeharto,” Iwan dengan santai menepis anggapan tersebut. “Saya nggak membenci Soeharto, cuma bosen, karena dia terlalu lama menjadi presiden,” ujar Iwan santai yang disambut riuh tawa para penonton Kick Andy di studio.

“`Bento` adalah fenomena keluarga-keluarga muda Jakarta saat itu yang tinggal di real estate. Kalau pun saya menggunakan nama Bento sebenarnya biar nggak sama saja dengan kebanyakan nama pada umumnya. Ternyata belakangan malah ada nama pemain sepakbola dari Timor Timur yang bernama Bento juga [Tertawa],” ujar Iwan Fals.

Mengenai lagu “Bongkar” yang sebenarnya menurutnya bercerita tentang represi tentara Soeharto dalam insiden di Kedung Ombo, Kacapiring dan Way Jepara, Iwan menjelaskan bahwa lirik lagu itu kemudian diubah oleh Sawung Jabo hingga menjadi seperti yang kita kenal saat ini. Lagu “Bento” dan “Bongkar” akhir tahun lalu ikut terpilih ke dalam “150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa” versi Majalah Rolling Stone Indonesia. Lagu "Bongkar" bahkan menjadi nomor satu di sana.

Pada kenyataannya Iwan Fals adalah salah seorang “korban” penindasan Soeharto. Di tahun 1989 Tur 100 Kota untuk mempromosikan album Mata Dewa miliknya dibatalkan secara sepihak oleh aparat kemananan tanpa alasan yang jelas.

Jauh sebelumnya di tahun 1984, usai turun panggung di Pekanbaru, Riau ia ditangkap polisi dan selama 14 hari menjalani interograsi secara marathon. Melalui lagunya yang berjudul “Mbak Tini” dan “Demokrasi Nasi” (tak pernah masuk ke dalam album) Iwan dituduh menghina kepala negara dan ibu negara di atas panggung. Lirik lagu “Mbak Tini” bercerita tentang seorang pelacur yang membuka warung kopi di pinggir jalan dan bersuamikan Soeharyo.

“Waktu di atas panggung saya ubah namanya jadi Soeharto [Tertawa],” ujarnya seraya menjulurkan lidah.

Akhirnya karena tidak terbukti bersalah Iwan justru diberi marga oleh polisi keturunan Batak yang menginterogasi dirinya selama 14 hari tersebut.

“Marga saya Siahaan,” lagi-lagi sambil tertawa.

Ini merupakan penampilan pertama Iwan Fals dalam program talkshow di televisi. Sebelumnya selama 2 tahun pemandu acara tersebut, Andy F. Noya membujuk Iwan agar bersedia diwawancara namun selalu menolak, bahkan ia sempat memburunya hingga ke kediaman Iwan di Leuwinanggung, Depok.

Episode Kick Andy yang menampilkan Iwan Fals ini rencananya akan ditayangkan antara tanggal 5 atau 12 Februari 2010 pukul 21:30 WIB di Metro TV.

Di kala jeda segmen Iwan juga sempat menyanyikan beberapa lagu seperti “Bongkar,” “Guru Oemar Bakrie,” hingga lagu “Suhu” dari album terbarunya yang akan rilis akhir Februari mendatang, Keseimbangan.

Beberapa momen mengharukan juga hadir ketika Iwan Fals dipertemukan kembali dengan sahabat-sahabatnya dari grup Babadotan sewaktu berkuliah di LPKJ (kini IKJ). Salah satunya adalah dengan Gumgum yang telah berpisah selama 30 tahun lamanya. Juga ketika ia bertemu kembali dengan Engkus, seorang montir mobil sekaligus “manajer pertama” yang memberinya nama beken: Iwan Fals.

Penampilan Iwan di Kick Andy terlihat sangat rileks walau pertanyaan-pertanyaan kritis kerap kali dilontarkan oleh Andy F. Noya. Salah satu pertanyaan yang selama ini seperti menjadi tabu dan semalam ikut ditanyakan adalah:

“Apakah benar Galang meninggal dunia karena overdosis drugs?”

Dan Iwan pun menghela nafas sebelum akhirnya berkomentar…. [source : Wendi Putranto/rollingstone indonesia] ***

Labels:

[Baca Selengkapnya]

ALBUM TERBARU IWAN FALS 2010 "KESEIMBANGAN"

[BERITA] Dapatkan lebih dari 10 lagu Iwan Fals dalam album terbaru 2010 "Keseimbangan" (Suhu | Pohon Untuk Kehidupan | Ya Allah Kami | dan lain-lain).

Harga : CD Rp 50,000 - Kaset Rp 25,000
(belum termasuk biaya kirim)

IKUTI CARA PEMESANAN:

A. Kirim info pesanan Anda melalui:
1. E-mail: order@iwanfals.co.id
2. SMS: 0813 980 55 110
3. Hotline (jam kerja): 021 845 5329, 0813 980 55 110
4. Facsimile: 021 845 5330
5. Datang langsung ke Tiga Rambu (Ds. Leuwinanggung No. 19 Cimanggis - Depok), hubungi Titin/Eneng

B. Sebutkan:
1. Nama pemesan;
2. Jumlah pesanan;
3. No. telepon yang bisa dihubungi;
4. Alamat pengiriman.

C. Minta KODE PESAN. Tanpa KODE PESAN, pesanan Anda tidak dapat diproses.

D. Lakukan pembayaran TUNAI ketika memesan, atau transfer ke:

PT. TIGA RAMBU
BANK MANDIRI
KK Time Square Cibubur
Rekening no: 129-00-0613314-0

E. Kirim bukti transfer ke fax 021 8455330, sertakan Kode Pesan Anda.

F. Pengiriman:
• Pengiriman pesanan mulai tanggal 22 Februari 2010.
• Pesanan dikirim setelah pembayaran diterima atau bukti transfer diterima.
• Lama pengiriman sesuai jarak kota.
• Biaya pengiriman sesuai harga resmi perusahaan ekspedisi yang ditunjuk oleh PT Tiga Rambu.


INFO LEBIH LANJUT, hubungi:
021 8455329 (jam kerja) | manajemen@iwanfals.co.id

Peminat menjadi distributor/reseller hubungi Titin di 021 8455329 (jam kerja)
-UNTUK SEMENTARA TIDAK DIJUAL DI TOKO CD/KASET-
(source : iwanfals.co.id) ***

Labels:

[Baca Selengkapnya]

Album Baru Iwan Fals Akan Rilis Tanpa Label

[BERITA] Hujan mulai membasahi kawasan Leuwinanggung tempat berlangsung konser bulanan Iwan Fals. Namun penonton yang menyesaki konser ”Terakhir” Iwan Fals di tahun 2009 di Leuwinanggung tetap memadati panggung yang sore itu dihiasi dengan ornamen warna cokelat. Terasa begitu teduh, seperti menjadi warna selamat datang kepada tuan rumah yang baru saja pulang menunaikan ibadah haji pada 17 Desember 2009 lalu.

Adalah Ipang (BIP) dan Be3 sore itu menjadi bintang tamu bulanan Iwan Fals yang memang selalu menghadirkan kejutan berupa bintang tamu yang tak diinformasikan terlebih dahulu. Sebelumnya ada Ian Antono, Tere, Tipe-X, Sherina, Peterpan, Dewi Sandra, Glen Fredly, dan Slank yang menjadi bintang tamu konser bulanan.

Sore itu seperti yang dijanjikan memang banyak memberikan kejutan. Kejutan bahwa Iwan Fals sudah bertitel Haji sore itu adalah salah satunya. Saya yang sempat diminta keatas panggung untuk memberikan secara simbolis langsung ke Iwan Fals beberapa piagam dari lagu Iwan Fals yang masuk daftar Rolling Stone 150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa melihat sosoknya terlihat sehat dengan rambut tercukur rapi. Iwan juga sempat bercerita sejenak tentang pengalaman naik haji. Termasuk sebelum membawakan lagu ”Adzan Subuh Masih Di Telinga.” Menurut Iwan. “Lagu ini pula yang mendorong saya untuk naik Haji… ketika lihat Ka’bah… wah!”

Lagu ”Besar dan Kecil” yang bercerita tentang perseteruan Buaya vs Cicak yang diciptakan Iwan Fals di tahun 1992, jauh sebelum balada Cicak Vs Buaya di tahun 2009 mengemuka menjadi lagu pembuka konser yang bertema ”Keseimbangan.”

Namun kejutan yang luar biasa tentunya adalah adanya album baru Iwan Fals. Iwan Fals di atas panggung di Leuwinanggung dihadapan sekitar 1000 penggemarnya yang memadati konser bulanan menegaskan bahwa album barunya akan segera dirilis pada 15 Januari 2010. Dan berita besar bagi Industri musik di Indonesia album baru Iwan Fals yang rencananya berjudul Keseimbangan ini hanya dapat dipesan via website Iwan Fals, www.iwanfals.co.id. Inilah kejutan pada musik Indonesia. Iwan Fals meninggalkan zona nyaman sebagai artis. Lepas dari label rekaman besar dan berniat mempromosikan album barunya lewat cara mereka sendiri. Strategi yang sebelumnya sudah ditempuh oleh Slank, Naif, dan Gigi.

Iwan Fals menjelaskan hal tersebut saat mengenalkan jajaran tim dari manajemen Tiga Rambu yang terdiri dari Yos (istri Iwan Fals) , Cikal (anak Iwan Fals), Titin, Kresnowati, dan Silla serta beberapa nama lagi yang tidak bisa disebut satu-persatu. Adalah Kresnowati orang yang selama ini kerap menjadi MC di acara-acara konser Iwan Fals dan termasuk orang lama di OI yang juga memberikan info akan adanya album baru ini.

Kejelasan informasi akan album baru tanpa dirilis oleh label manapun itu itu makin diperkuat saat saya bertemu langsung dengan Yos (istri dan manajer Iwan Fals) ketika Iwan Fals sedang memberikan keterangan pers setelah acara konser bulanan minggu sore itu berakhir. ”Musica label lama dan Falcon Music sebuah label baru mau membantu mengedarkan album baru Iwan Fals ini, namun kami mau mencoba rilis dengan cara kami sendiri dulu,” kata Yos dengan tersenyum penuh makna.

Sore itu di Leuwinanggung memang terlihat sosok Indrawati Widjaja atau akrab disapa Acin datang menyaksikan konser terakhir Iwan Fals di tahun 2009. Bekas bos Iwan Fals tersebut rupanya ingin melihat secara langsung aksi Iwan Fals yang selama ini belum terlaksana karena selalu terbentur masalah jadwal. ”Akhirnya bisa hadir juga ke Leuwinanggung,” katanya. Beberapa undangan termasuk Tere, Alexa, Cholil Efek Rumah Kaca terlihat diantara penonton. ”Doakan saja supaya saya tidak malas rekaman, jadi mulai tangga 15 Januari 2010 sudah bisa bisa dipesan album baru saya,” kata Iwan Fals yang menutup konser bulanan dengan lagu ”Mata Dewa” berkolaborasi dengan Ipang dan Be3. [oleh: Adib Hidayat/source: rollingstone.co.id] ***

Labels:

[Baca Selengkapnya]

Iwan Fals Sulit Menceritakan Ulang Lagu "Ibu"

[BERITA] Penyanyi balada Virgiawan Listanto atau biasa disapa Iwan Fals merasa sukar mencurahkan perasaannya jika diminta menceritakan ulang proses penciptaan lagu Ibu. diceritakan kembali. Bibirnya kelu tanpa mampu berkata-kata. Sesekali ia terdiam lalu memperdengarkan tawa sendu.

iwan falsKepada Tempo dia berkata singkat, "mengarang lagu Ibu mengalir begitu saja," ketika dihubungi di Bogor, Selasa, (22/12).

Dalam ingatannya, sosok Ibu digambarkan layaknya udara. Kasih sayang yang diterima, tak mampu dia balas. Meski berhadapan dengan darah dan nanah, bagi ayah almarhum penyany Galang Rambu Anarki ini, kasih sayang Ibu tak akan pernah sirna hingga kapanpun.

Kini lagu Ibu yang dibuatnya sekitar tahun 1985 itu, telah menjadi ilustrasi perjuangan sosok Ibu di Indonesia. Terlebih ketika menyambut Hari Ibu yang jatuh setiap 22 Desember. Banyak kalangan yang menjadikan lagu itu sebagai "lagu kebangsaan" Ibu.

"Saya mengucapkan selamat Hari Ibu bagi ibu-ibu di Indonesia," ujarnya. Ayah dua anak ini menambahkan keberadaan seorang Ibu sepenuhnya mendorong dirinya menjadi lebih berani berbuat sesuatu pada zamannya dulu.

Sudah banyak versi lagu Ibu didaur ulang oleh beberapa musisi. Dia pun sempat mendengarkan langsung lagu itu dibawakan. Namun bagi suami Yos ini, suasana hati dan karakter penyanyi turut mempengaruhi penilaian keseluruhan lagu itu.

"Sosok Ibu sangat dominan memengaruhi kehidupan saya. Ibu telah mewarnai hidup saya," kata pria kelahiran 3 September 1961 ini. (source : tempo interaktif) ***

Labels:

[Baca Selengkapnya]

Bongkar!

Oleh : Naniel C. Yakin

[ARTIKEL] Kelahiran Swami sendiri berawal dari kegundahan Iwan Fals yang sedang meng-alami musibah, karena rencana promo tur album rekaman terbarunya Mata Dewa ke 100 kota di Indonesia, sekitar tahun 1988, tiba-tiba izinnya dibatalkan oleh yang berwajib tanpa alasan yang jelas. Pada masa pemerintah Orde Baru saat itu, kegiatan yang mendatangkan massa merupakan ke-giatan yang patut diwaspadai. Apa lagi bila kegiatan itu terkesan bernuansa mengkritisi kebijakan pemerintah, termasuk kegiatan atau konser musik yang berani bersuara atau bernada kritik.

Ketika radiogram pelarangan dari Mabes Polri untuk memberitahukan pembatalan izin konser promo tour itu diterima AIRO sebagai EO, rombongan artis dan kru sudah berada di Palembang, sehari sebelum konser di kota tersebut berlangsung. Saat itu, saya ikut dalam rombongan dengan status sebagai wartawan dari sebuah koran sore ibukota (Suara Pembaruan), yang diundang untuk meliput oleh pimpinan Sofyan Ali, direktur AIRO yang menangani konser promo tersebut.

Kesedihan dan kekecewaan menyelimuti kita semua. Tapi apa boleh buat. Keputus-an tidak bisa diubah. Ada bisik-bisik bahwa kejadian ini berkait dengan peristiwa konser Iwan sebelumnya di Parkir Timur, Senayan, Jakarta, yang dianggap rusuh. Tapi ada juga gosip bahwa Iwan terlalu berani menyuarakan kritik saat di atas panggung. Tapi yang jelas pentas Iwan tidak mendapatkan izin saat itu.


Rombongan artis lainnya seperti Grass Rock dan Nicky Astria esok harinya kembali ke Jakarta. Tapi Iwan bersikeras untuk tetap berjalan sesuai jadwal ke kota-kota yang sudah dijadwal bakal dilewati konser promo ini. “Aku harus memberi penjelas-an pada publik di kota-kota itu, bahwa pembatalan ini bukan dari aku,” tegas Iwan yang berusaha tetap tegar.

Akhirnya Iwan, beberapa panitia, promotor dan beberapa wartawan, tetap tinggal untuk menyusun perjalanan selanjutnya. Saya bersama beberapa rekan wartawan musik ibu kota saat itu, antara lain Remy Soetansyah, Hans Miller Banureah, Toro dan satu lagi rekan dari koran Palembang, Sriwijaya Pos, termasuk yang diminta tinggal untuk menemani Iwan ke kota-kota tempat konser yang batal.


Selama perjalanan itulah saya banyak berkomunikasi dengan Iwan. Bahkan di saat-saat senggang saya sering terlibat diskusi, kadang sama-sama menulis lirik yang terus kami coba nyanyikan bersama. Sayang beberapa lirik yang berhasil kami jadikan lagu sampai saat ini tidak sempat kami rekam. Sekitar dua minggu kami berjalan sebelum kemudian kembali ke Jakarta.

Kembali ke Jakarta, Iwan semakin gelisah. Bahkan terbersit niatnya untuk tidak bermain musik lagi. “Mending aku jadi penulis di media saja dari pada main musik tapi tidak boleh tampil seperti sekarang,” cetusnya kesal. Kami makin sering bertemu dan mengobrol. Saya jadi sering main ke tempat tinggal Iwan di kawasan Condet, Jakarta Timur.

Dari hasil mengobrol, diskusi dan debat warung kopi di rumah Iwan itulah lahir beberapa lagu seperti “Condet” dan “Kebaya Merah” yang kemudian direkam di Swami II, dan “Bento”. Entah karena tidak punya beban, dan motivasi membuat lagu-lagu itu semata-mata karena keinginan berekspresi dari beban batin yang kami rasakan saat itu, lagu-lagu tersebut lahir begitu saja dengan cair tanpa hambatan.


Dalam kegalauan tersebut, sebenarnya Iwan punya sebuah pekerjaan yang sa-ngat penting yang harus ia selesaikan, yaitu rekaman album Kantata Takwa bersama WS Rendra (almarhum), Setiawan Djodi, Sawung Jabo dan Yockie Suryoprayogo. Di sela-sela jadwal latihan mereka, saya sering diajak Iwan main ke rumah Sawung Jabo di bilangan Pasar Minggu.

Sebelumnya, saya cukup sering bertemu Jabo. Bahkan ketika pertama kali saya ke Jakarta tahun ‘80-an, saya tinggal di rumah Jabo dan juga ikut bermain di grupnya, Sirkus Barock. Di rumah Jabo ini kami kembali mengobrol dan menelurkan beberapa lagu antara lain, “Oh Ya”, “Perjalanan Waktu”, “Badut” dan lain-lain.

Kami semakin tenggelam dalam perenungan-perenungan, mencermati keadaan sampai berusaha menyikapinya lewat kata-kata dan notasi. Kalau tidak di Condet, rumah Iwan atau Pasar Minggu, rumah Jabo. Kami bertemu di rumah saya di kawasan Perumnas Klender. Tidak jarang, tiba-tiba larut malam menjelang pagi mereka berdua datang mengetuk-ngetuk pintu rumah saya. Kami begadang, ngopi, mengobrol dan jadilah beberapa lagu seperti “Eseks-eseks Udug-udug”, “Cinta”, “Potret” dan lainnya. Mereka memang sengaja datang malam, karena pernah mereka datang sore hari, akibatnya rumah saya diserbu warga yang ingin ketemu Iwan Fals.

Rupanya kolaborasi ini memberi sema-ngat bagi Iwan. Dia mengusulkan untuk melatih lagu-lagu ini dalam sebuah kelompok musik. Jabo mengusulkan nama Tatas sebagai pemain keyboard dan Iwan sendiri menyorongkan nama Jerry, sebagai pemain gitar. Sedangkan untuk penggebuk drum dan pencabik bas, kami setuju merekrut Innisisri dan Nanoe. Kami akhirnya latih-an dengan formasi Iwan Fals (gitar, vokal), Sawung Jabo (gitar, vokal), Naniel (flute, vokal, perkusi), Innisisri (drum, vokal), Nanoe (bas, vokal), Tatas (keyboard) dan Jerry (gitar). Jabo mengusulkan nama Swami bagi kelompok ini. Kami setuju, “Oke, mulai saat ini grup ini kita namakan Swami!”.

Kami pentas pertama di kawasan Bintaro dalam acara ulang tahun sebuah ke-lompok pemanjat tebing. Saya ingat, kami masing-masing mendapat honor Rp 200 ribu. Kami berusaha mencari produser yang mau merekam lagu-lagu yang sudah kami latih ini, tapi ternyata susah. Hampir semua produser yang kami datangi selalu menjawab, “Bagaimana caranya kami menjual lagu-lagu macam ini. Bikin saja yang biasa,” kilah mereka umumnya. Lagu-lagu ini mereka rasakan terlalu keras, terutama liriknya. Pasti akan bermasalah bagi mereka kalau diedarkan.

Untung kedekatan Iwan dengan Setiawan Djodi di Kantata Takwa ternyata membawa berkah. Djodi bersedia membia-yai rekaman Swami. Kami pun kemudian rekaman di GIN Studio yang terletak di daerah Roxy. Tidak ada kesulitan, semua lancar sampai ketika Iwan menyodorkan lagu “Bongkar” yang nantinya disempurnakan oleh Jabo. Ada masalah pada lirik lagu ini yang mengundang kontroversi di antara kami. Dalam lirik lagu itu menyinggung nama-nama tempat yang merupakan kasus militer dan tabu diucapkan saat itu. Nama-nama itu seperti: Way Jepara, Kedung Ombo, Kaca Piring yang merupakan tempat kejahatan HAM berat. Kami khawatir kalau tetap tidak diubah akan jadi masalah bagi album ini.

“Ya, tapi kreativitas dan ekspresi kan nggak- boleh diatur-atur? Kita kan bukan kambing yang hanya menurut dibawa ke kanan, menurut dibawa ke kiri,” kata Iwan bersikeras.

“Ya, tapi kita juga harus berstrategi, Wan. Bukan masalah takut dan berani. Kalau nggak- boleh edar, buat apa kita mengerjakan rekaman ini? Kita kan bisa menyiasati dengan cara lain?” saya coba nimbrung, berusaha mencairkan suasana.

Akhirnya disepakati Jabo akan merevisi dan menyusun ulang sebagian lirik dari lagu “Bongkar” ini. Beberapa kali ditawarkan, akhirnya disepakati lirik seperti yang kita kenal sekarang dalam lagu “Bongkar” karya Iwan Fals dan Sawung Jabo. Lirik lagu ini memang agak berubah di penyajian, tapi visinya tetap. Liriknya lebih puitis tidak frontal seperti awalnya. Rekaman dan mixing-nya kami selesaikan sekitar satu bulan kerja di studio. Sayang begitu selesai rekam-an, karena alasan bersifat pribadi, Tatas dan Jerry mengundurkan diri. Maka dalam konser promo di Jogya, Salatiga, Semarang dan Surabaya, posisi keyboard dan gitar digantikan oleh Yockie Suryoprayogo dan Toto Tewel.

Komposisi pemain ini bertahan terus sampai rekaman Swami II dan konser Sumatra di kota-kota, Bandar Lampung, Padang dan Medan. Setelah konser di kota-kota tersebut, Swami tidak lagi mendapatkan izin untuk pentas dari pihak aparat keaman-an masa Orde Baru saat itu. Rekam-an kedua melahirkan beberapa hit macam “Kuda Lumping”, ”HIO” dan lain-lain.

Dari kesepakatan awal, Swami memang bukan kelompok musik yang dikonsumsikan bagi industri musik, tetap lebih pada kerja kreatif dari sebuah komunitas yang ber-usaha menyuarakan aspirasinya lewat bahasa musik. Swami sebagai sosok memang tidak bisa tampil karena tidak mendapatkan izin dari pihak berwenang saat itu. Tetapi suara yang sudah terlanjur berkumandang lewat serangkaian lagu-lagu yang mereka hasilkan sudah terlanjur didengar dan disukai oleh publik. Bahkan pecinta musik saat ini yang ketika lagu-lagu macam “Bento”, “Bongkar”, “Eseks-eseks Udug-udug” pertama kali diperdengarkan masih orok, sekarang ternyata banyak yang ikut mengapresiasi, menyukai, bahkan hapal -liriknya.

Atas persetujuan bersama, akhirnya disepakati oleh semua personel, tahun 1992 Swami dibubarkan. Itulah kelompok musik Swami dalam pandangan saya. Walau sudah tidak ada lagi, bahkan ada kesan kehadirannya tidak terlalu dicatat oleh industri musik, tapi grup ini tetap hidup lewat lagu-lagu yang mereka hasilkan. Selama masih ada pecinta musik yang menginginkan kejujuran ekspresi, maka saya rasa lagu-lagu Swami akan tetap hidup sebagai referensi, betapa kekuatan musik sebagai media -perlawanan! (source: Rolling Stone Indonesia) ***

Labels:

[Baca Selengkapnya]

Arsip Bulanan

Sejak Februari 2007

Web Site Hit Counters

falsmania sedang online